ketika kata ternyata

ia banting matahari itu ke lantai, sampai pecah berkeping. suaranya
berdentang seperti piano yang kau rajam dengan kapak dendam. lantai
yang tak pernah menyangka, memuntahkan dadanya: "kenapa kau lantakan
matahari?" ia merasa gusar dan tak habis pikir dengan segala lelucon
ini; daun-daun menggorok lehernya sendiri kerna tak mampu lagi berfoto
sintesa, perempuan-perempuan mencengkeram dada-dada lelaki. "kapankah
malam segera menepi? agar terbebas rasa dosa." tapi hanya sia. hanya
sia ditelannya. "kenapa kau lantakan matahari?" barangkali ia menjadi
gila, ketika kata ternyata bukan siapa-siapa.