Indonesia pun berduka
dunia pun nestapa
Solidaritas datang
berduyun
dari seluruh dunia
tiba-tiba bahagia itu ada
menyelinap dalam puing-puing
yg berserak
di antara gelimpangan mayat-mayat
korban tsunami
haru biru kalbu ini
melihat sinar mata tulus
jutaan manusia dunia
yg tertunduk dalam bela sungkawa
dengan doa dan harta
bahagia memang bukan milik hari ini
ia milik masa lalu
dan hari esok
siapakah diplomat yg bahagia
saat ia jadi diplomat?
pejabat mana yg bahagia
saat ia menjabat?
pemilik mobil mana yg bahagia
saat ia mengendarainya?
pengendara motor mana yg bahagia
saat ia memilikinya?
mahasiswa mana yg bahagia
saat ia mendapat beasiswa?
pelajar mana yg bahagia
saat ia menjadi mahasiswa?
manusia mana yg bahagia
atas apa yg dimilikinya?
yg selalu terdengar adalah keluhan
pada apa yg kita jalani dan miliki
dan kita hambur-hamburkan uang kita
untuk mengejar kebahagiaan semu
sementara tetangga kita
teronggok di sudut ruang
lapar dan dahaga
tak tahu apa yg mesti dimakan
untuk hari ini
kebahagiaan itu
memang bukan milik hari ini
bahagia ada saat dalam angan
dan kala dikenang
ia tiada saat asa sudah jadi nyata
karena itu Tuhan menyeru
agar kita selalu melihat ke bawah
pada yg lemah
yg miskin papa
yg kurang beruntung nasibnya
yg selalu dinista
dan dizalimi
tetapi manusia selalu lupa
tsunami seakan ingin mengingatkan kita
enough is enough!
waktu telah tiba
‘tuk mensyukuri yg ada
‘tuk selalu bahagia
sebelum semuanya hilang
hanyut dalam tsunami berikutnya
perlukah tsunami selalu menimpa
agar manusia terketuk nuraninya?
perlukah bencana gempa terulang
untuk menggugah kedermawanan?
perlukah ratusan ribu jiwa melayang
untuk memotivasi kepedulian?
India, 14 Januari 2004
-------
Sumber: parisvanjavaa